Oleh Nurwan Gawoh
(Jurai Bejalan Diway Pekon Perpasan Krui).
Bandar Lampung, 02 Maret 2012.
Siger, atau dalam bahasa Lampung saibatin
adalah Sigokh, memang sangat identik dengan Lampung, ini bukan tanpa
alasan.
Dalam suku Lampung siger merupakan suatu benda yang sangat penting, baik yang
beradat Saibatin maupun yang beradat
Pepadun. Siger merupakan mahkota keagungan dalam adat budaya Lampung dan tingkat
kehidupan terhormat suku Lampung. Biasanya, Siger biasanya digunakan oleh pengantin perempuan suku Lampung pada acara
pernikahan ataupun acara adat budaya lainnya.
Kini siger bukan hanya digunakan sebagai mahkota pada acara
adat Suku Lampung, namun juga telah menjadi icon berupa hiasan dan
lambang kebanggaan Provinsi Lampung, ini dapat dilihat seperti di kabupaten Lampung
Selatan, tepatnya di dekat pelabuhan Bakauheni telah dibangun sebuah menara
berbentuk siger dengan nama Menara Siger,
di kabupaten-kabupaten lain pun banyak menggunakan siger sebagai hiasan pada
tugu-tugu dan kantor-kantor pemerintahan dan perusahaan. Kemudian bebarapa
tahun ini di kota Bandar Lampung, setiap bangunan seperti toko,ruko,pusat
perbelanjaan dan setiap bangunan yang berada di jalan kota Bandar Lampung telah
diwajibkan menggunakan hiasan siger diatas pintu masuk atau diatas (atap) pada
bangunannya.
Sang Bumi
Rua Jurai adalah semboyan provinsi Lampung,
dengan pengertian : “Di tanah (suku)
Lampung terdapat satu kesatuan dari dua adat yang berbeda, yaitu Lampung Pesisir
dengan adat Saibatin dan Lampung Abung dengan adat Pepadun”. Namun ketika
kita memperhatikan bentuk siger dari masing-masing dari keduanya ternyata ada
perbedaan antara Siger Saibatin dan Siger Pepadun. Hal yang paling mencolok yaitu lekuk pada Siger,
untuk yang beradat Saibatin siger yang digunakan memiliki lekuk berjumlah tujuh
(Sigokh/Siger Lekuk Pitu) sedangkan
untuk yang beradat pepadun menggunakan siger dengan lekuk berjumlah Sembilan (Siger Lekuk Siwo/Siwa).
Untuk itu dalam kesempatan ini saya coba menuliskan hasil
dari analisis saya yang diharapkan mampu mencari titik temu dari perbedaan diantara
keduanya:
Siger Saibatin Siger Pepadun
Siger
Saibatin
Seperti yang dilihat
pada gambar diatas bahwa siger pada suku Lampung yang beradatkan saibatin
memiliki lekuk tujuh dan dengan hiasan batang/pohon
sekala di masing-masing lekuknya, ini memiki makna ada tujuh adok/gelar
pada masyarakat pesisir yaitu Suttan/dalom,
Raja jukuan/dipati, Batin, Radin, Minak, Kimas dan Mas/inton, gelar/adok
ini hanya dapat digunakan oleh keturunan lurus saja, dengan kata lain masih
kental dengan nuansa kerajaan, dimana kalau bukan anak raja dia tidak berhak
menggunakan gelar/adok raja begitu juga dengan gelar/adok lainnya.
Sedangkan bentuknya,
siger saibatin sangan mirip dengan Rumah Gadang kerajaan Pagaruyung seperti Istano Si Linduang
Bulan, yaitu rumah pusaka dari keluarga besar ahli waris dari
keturunan Daulat Yang Dipertuan Raja Pagaruyung dan juga Museum Adityawarman di daerah Minangkabau, provinsi Sumatra Barat,
(lihat
gambar dibawah). karena itulah maka adat budaya Lampung saibatin mendapat
pengaruh dari kerajaan Pagaruyung, hal ini sangat berkaitan dengan sejarah
berdirinya Paksi Pak Sekala Bekhak
(Buay Bejalan Diway, Buay Pernong, Buay Nyerupa dan Buay Belunguh), dimana pada
masa masuknya islam di daerah lampung pada masa kerajaan di tanah sekala
bekhak, mendapat pengaruh dari kerajaan pagaruyung yang di sebarkan oleh Ratu Ngegalang Paksi. Selain itu banyak
kesamaan antara adat saibatin dengan adat pagaruyung seperti pada saat
melangsungkan pernikahan, tata cara dan alat yang digunakan banyak kemiripan.
Siger
Pepadun
Siger pepadun
memiliki lekuk Sembilan yang berartikan ada Sembilan Marga yang bersatu
membentuk Abung Siwo Megou. Tapi bentuk
dari siger pepadun sangat mirip dengan buah sekala, hal ini pun bukan mustahil
dikarenakan kerajaan sekala bekhak merupakan cikal bakal ulun lampung, dan
proses terbentuknya abung siwo megou merupakan penyebaran orang lampung dari
dataran tinggi Sekala Bekhak di Gunung Pesagi.
Ini dapat dilihat dari tambo Buay Bejalan Diway bahwa Ratu Dipuncak meninggalkan kerajaan Sekala Bekhak untuk mencari
daerah baru bersama keluarganya, Ratu
Dipuncak memiliki empat orang putra yaitu Unyi,
Unyai, Subing dan Nuban yang merupakan keturunan Paksi Buay Bejalan Diway
serta lima Marga lainnya yaitu Anak
Tuha, Selagai, Beliyuk, Kunang dan Nyerupa yang merupakan keturunan dari
tiga Paksi lainnya sehingga menjadi Abung Siwo Mego. Namun berbeda dengan siger pesisir yang mirip rumah gadang, siger
pepadun justru mirip dengan buah sekala.
Seiring dengan penyebaran penduduk dan
berdirinya beberapa kebuayan maka yang menggunakan adat pepadun bukan hanya
abung tetapi juga oleh kebuayan lain yang kemudian membentuk masyarakat adat sendiri,
seperti Megou
Pak Tulangbawang (Puyang Umpu, Puyang Bulan, Puyang
Aji, Puyang Tegamoan), Pubian Telu Suku
(Minak Patih Tuha atau Suku Manyarakat, Minak Demang Lanca atau Suku
Tambapupus, Minak Handak Hulu atau Suku Bukujadi), serta Sungkay-WayKanan Buay Lima (Pemuka, Bahuga, Semenguk, Baradatu,
Barasakti, yaitu lima keturunan Raja Tijang Jungur).
Bila diperhatikan lagi yang menjadikan berbeda antara siger pepadun dan siger saibatin adalah pada lekukan yang berada ditengah, pada siger pepadun ada tambahan dua kelopak sekala sehingga jumlahnya menjadi Sembilan, dan hiasan buah sekala yang bertingkat.
Siger
Tuha (Tua)
Ini adalah Siger
tua, merupakan siger yang digunakan pada zaman animisme-hindu-budha. Ini masih
dapat dijumpai karena masih ada yang menyimpannya khususnya pada kesultanan
paksi pak sekala bekhak. Pada zaman dahulu siger tidak memiliki aturan pada jumlah lekuk yang digunakan, dan yang
boleh menggunakan hanya keturunan saibatin (bangsawan) saja atau sama dengan mahkota pada raja-raja saja. pada siger tua jelas terlihat berbentuk buah sekala dengan
hiasan pohon sekala diatasnya. Ini membuktikan bahwa pada dasarnya siger itu
menggambarkan tentang sekala.
Kesimpulan :
Siger Lampung
menggambarkan tentang Sekala. Ini dapat dilihat dari Siger saibatin walau mirip
dengan rumah gadang karena dipengaruhi kerajaan pagaruyung tetapi masih
terdapat batang/pohon sekala diatas lekukannya, sedangkan Siger pepadun diatas
lekukan yang berada ditengah terdapat dua kelopak buah sekala dan buah sekala
yang bertingkat, bahkan hampir secara keseluruhan menggambarkan buah sekala.
ini semakin menjelaskan dan membuktikan bahwa orang lampung berasal dari
kerajaan sekala bekhak.
helau nihan tulisan sinji,,
BalasHapusinspiring artikel ^_^
BalasHapusTidak mewakili lampung secara seluruhan hanya sektoral ( lambar dan abung ) d mana Marga Lain ex: way kanan, mego pak tulang bawang, bunga mayang dll..#jayalah Lampung
BalasHapusYu munih,
HapusSyngkay bunga mayang hadir.
It's just about siger, no other..dang nayah ago..perbdaan siger pepadun dan saibatin, bukan tentang daerah ini dan itu✌✌✌
Hapussaya merasa bangga jadi jamma lampung walau khadu 24 tahun takhu di jawa timur
BalasHapussaya merasa bangga jadi jamma lampung walau khadu 24 tahun takhu di jawa timur
BalasHapuswalau kita tidak sama siger lampung ada saibatin dan papadun saya bangga.kita harus menjunjung tinggi adat istiadat lampung.pertahankan budaya kita jangan sampai di rusak oleh pendatang.
BalasHapusSiger yg 5 lekuk gak dijelasin ya?
BalasHapusTABIK PUUN,...SAYA BERSUKU JAWA TETAPI ISTRI SAYA ASLI SUKADANA, SAYA SEDANG MENGGALI SEGALA ASPEK SOSOAOL BUDAYA LAMPUNG, MAKANYA EKSPLORE SAMPAI SINI, TERMASUK SEDANG MEMBUAT NOVEL TENTANG MASUKNYA BELANDA DI SUKADANA, FOKLORE SIGER AJAIB YANG MENJADI CERITA REKYAT DI MARGA SEKAMPUNG... SAYA LAMPUNG YANG BERETNIS JAWA...SALAM BUDAYA
BalasHapusthanks makalahnya sangat membantu..
BalasHapus