MENGENAI SAYA (SALAM KENAL, SALAM ANGKON, KHIK SALAM KEMUAKHIAN)

Foto saya
Bandar Lampung, Lampung, Indonesia
Nurwan dilahirkan di Pekon Kebuayan Kecamatan Karya Penggawa Krui Pesisir Barat pada tanggal 16 Januari 1988. Merupakan anak pertama dari empat bersaudara (kakak dari Rika Diana, Laila Roza dan Azmi Fikron) anak pertama dari pasangan Bak Zuandi bin M. Nuh dan Mak Nurbaiti binti M. Samman. Merupakan salah satu keturunan dari Paksi Buay Bejalan Diway yang turun dan menetap serta menurunkan Jurai Radin Bangsawan dan Djagakoe di Pekon Perpasaan Way Nukak Krui Pesisir Barat.

Minggu, 18 Maret 2012

JAGA MAKHGA II & PUTRI MAS ITTON

JAGA MAKHGA-2 & PUTRI MAS ITTON

Dingin nya 'negeri semaka' sore itu seakan sirna. Sudah enam hari ini, makhga "buay pengaku" bersuka cita. Tetabuhan gung dan tala kekhumung di gedung kebandakhan seolah tiada henti..

Janur kuning dan aneka bendera symbol kerajaan, menghiasi sepanjang jalan pekon menggala. Hilir mudik babbay battu menambah ramainya kediaman pangikhan jaga makhga-2. Sesekali terlihat bakas battu membawa talam dan sebekhah aneka warna menaiki rumah panggung milik pangikhan, yang juga adalah rumah makhga buay pengaku.
Disisi kiri belakang, terlihat tujuh ekor kerbau pilihan telah ditambatkan. Sementara dibekhanda gedung, tampak pangikhan tuha (jaga makhga-1) menerima anjauan dari khaja-khaja, dalom dan saibatin dari berbagai buay dan makhga negeri semaka.
Dihalaman gedung, tudung gubikh terpasang dengan agung lengkap dengan pengawal bersenjatakan payan.

Iya, hari ini adalah hari ke enam dimana kebandakhan buay pengaku berpesta.
Esok hari adalah hari bahagia sang pangeran muda, 'jaga makhga-2'. Pinangan keluarga kepada putri mas itton telah diterima..

Mas itton adalah putri jelita dengan sifat dan santun tiada duanya.
Kecantikan dan kelembutan nya membuat dia dikenal hingga keseluruh pelosok negeri swarna dwipa...

Seperti lima hari sebelumnya, sore inipun, 'putri mas itton' berjalan menuju way semaka untuk mandi. Di iringi mully baya dan beberapa pengawal kerajaan. Mereka beriringan menuju way semaka melewati pekon ngakhip sebelum akhirnya mandi dihulu way semaka dipekon tuha dikaki gunung pesagi.
Sesekali terlihat putri tersenyum, ketika beberapa masyarakat semaka menyapanya...
Tidak terasa, iring2an putri tiba di hulu way semaka. Jernihnya air sungai, membuat putri dan para dayang dayang setengah berlari menuju hulu sungai.
Para pengawalpun berpencar, berjaga. Memastikan sang putri nyaman berendam diway semaka, seperti lima hari sebelum nya..

Sesekali terdengar gelak tawa putri dan mully baya, dihulu sungai itu. Hampir satu jam lamanya, ketika tiba-tiba terdengar teriakan dari sungai..
'pengawal,..! Tolong..! Tolong..! Ada buaya, ada buaya..!' teriak para mully baya.

Empat orang pengawal dari empat arah bumi, serentak menuju hulu sungai.
Dengan sigap mereka menceburkan diri kedalam sungai.
Namun sayang, sang putri hanya terlihat satu kali menampak kan wajahnya. Sebelum akhirnya hilang, bersamaan dengan permukaan air way semaka yang bergolak hebat..

Mully baya pun berlarian dari dalam sungai dengan telosan yang dikenakan menuju pekon balak.
Selang beberapa saat, raja setia darma, raja dipekon balak, dan masyarakatnya telah berkerumun dibibir sungai, dengan berbagai senjata terhunus..

Khadin kusuma yang di utus khaja setia darma-pun telah datang kembali dipekon balak, lengkap dengan para pengawal istana.
Hingga larut malam, hampir semua kekuatan negeri semaka dikerahkan menyisir hulu hingga hilir sungai. Namun sayang, usaha mereka menemukan putri mas itton, nihil.

Tangis pilu bukan hanya di pekon menggala, namun hampir disemua pekon di negeri semaka..

Tidak seorangpun menduga, tayuh sennang dibuay pengaku berubah duka. Seharusnya hari ini adalah hari bahagia bagi makhga buay pengaku.
Bagaimana tidak, esok, tepat dihari ketujuh tayuh, adalah hari yang dinanti-nantikan seluruh anak negekhi semaka. Sudah 26 tahun, mereka merindukan dan menantikan sang pangeran muda bersanding dengan putri pujaan hatinya..

Namun siapa nyana, hari ini adalah hari kelabu yang tidak akan dilupakan oleh pangikhan ngukha, juga makhga buay pengaku..

Gunung tanggamus yang berdiri kokoh seolah ikut berpilu,..
Deburan ombak di pesisir pantay terbaya-pun tidak segarang hari-hari sebelum nya....

Sudah tiga malam, 'pangeran muda' buay pengaku merenung sendiri terduduk di atas batu, di tepi way semaka.

Ya. Way semaka, sungai yang tidak begitu besar dengan air nya yang sangat jernih, namun menyimpan seribu misteri..

Rerimbunan bambu dan rotan hampir menutupi seluruh tepi sungai semaka.
Pohon2 tua dan bermacam kepunggukh berdiri kokoh di sekitarnya.
Bukan tanpa alasan, pangikhan ngukha yang bergelar 'jaga makhga -2' itu datang ketepi hulu sungai semaka.
Dendam anak negeri semaka, menuntun nya kesana..

Dibaluti kain tapis berwarna merah tua dengan ikat pujuk berwarna kuning ke-emasan.
Sesekali, tampak ia mencabut 'kekhis tuha' keluar dari werangkanya hingga separuh..

Rambutnya yang hampir sebahu terkibas oleh dinginnya angin yang berdesir menusuk tulang. Dibawah bakha tepat di atas ubun ubun, raut mukanya berbalut dendam. Gemeretak giginya terkadang membuat penghuni sungai terdiam.
Empat orang pengawal pribadinya berdiri membisu, kurang dari sepuluh meter dari tempat ia duduk. Mereka semua cemas. namun hanya terdiam, sesuai perintah si empunya titah..

Tengah malam itu terasa agak berbeda dari dua malam sebelum nya. Hampir dua jam sejak pangeran muda berpamit pada pangeran tua di gedung kebandakhan, semuanya berjalan begitu hening...

Sesaat kemudian, dari arah hilir way semaka, air bergolak perlahan. Pangikhan jaga makhga-2 berdiri.
Sejurus kemudian, tampak moncong rakus berwarna putih kehitaman menyembul dari air. Matanya merah menyala membuat nyali siapapun menjadi ciut.

Pangeran muda yang telah lama menantinya segera meluruskan pandangan kearah buaya putih tersebut.
'... Keluarlah siluman..!
Aku si jaga makhga-2, datang untuk mengambil nyawamu..!!'.

Bentak sang pangeran muda.

Ekor nya yang panjang membuat air bergolak hebat. Sesekali ia membuka lebar-lebar mulutnya.
Menepi, dan perlahan menaiki tanoh semaka..

Empat orang pengawal istana langsung berlari ke arahnya. Bersamaan dengan itu, buaya itupun berubah wujud..
Meskipun berbentuk manusia, namun pada tangan, kaki dan sebagian tubuhnya masih jelas menyisakan sisik buaya..

Pertarungan hebatpun, tidak ter elakkan. Kehebatan dan ketangguhan para pengawal kerajaan, musnah hanya sekali terjang saja.
Tiga dari empat pengawal jaga makhga-2, tewas mengenaskan. Dua bilah mata tombak yang menancap didada dan kaki siluman, tidak lantas membuat nya terkapar..

Pangeran muda dengan geram langsung menghunus keris tuha ditangan nya. Dengan sedikit lompatan, di arahkan tepat di kepala sang buaya siluman.
Namun sayang, sedetik sebelum keris menancap, siluman itupun hilang dari pandangan. Di iringi tawa yg menakutkan.
Ia lenyap, dan hanya meninggalkan tombak yang menancap ditubuhnya...

Pangeran muda berbalik ke arah pengawalnya yg telah bergelimpangan.
Hanya raden singa dipati yang terlihat masih hidup, dengan luka dikaki kanan yang menganga..
'.. Singa dipati, pulanglah.., beritahu kepada 'pangikhan tuha' di gedung..'.
'..aku akan menyusul siluman buaya putih ke sarangnya..'
'..tapi baginda, sikindua tidak akan...
'..pulanglah..!!'
Suara pangeran muda meninggi, sambil menunjuk ke arah puncak gunung tanggamus..
'.. Baik pun, titah baginda akan hamba laksanakan..'.

Dengan lunglai, khadin singa dipati pun menaiki kuda tunggangan nya. Sekali hentakan, kuda berwarna coklat tua bersama penunggang nya itupun hilang dikegelapan pullan tuha pekon balak, menapaki jalan berbatu menuju gedung kebandakhan di menggala...

Tidak seorangpun yang mengetahui bagaimana pangeran muda bisa membunuh buaya putih. Pagi itu, yang masyarakat 'pekon balak' tahu, hanyalah kekhis tuha telah menancap tepat dikepala sang buaya.
Hulu sungai semaka agak memerah. sementara, pangeran jaga makhga-2 tergeletak tak jauh dari jasad ketiga pengawalnya.

Meskipun sekujur tubuh terluka, namun ketampanan dan kegagahan nya tidaklah pudar..
'.. Pangeran masih hidup..!!'. teriak beberapa pemuda desa pekon balak ber ulang kali, sambil memapah tubuh pangikhan yang gagah tersebut, ke rumah raja dipekon balak.
Terlihat luka agak lebar menganga di lengan kirinya. Namun jemarinya dengan kuat menggenggam 'sesuatu'.

Pagi itupun pekon balak geger. Kepala mekhanai, 'mas pemotokh', tanpa di perintah, langsung mengerahkan pemuda untuk membakar siluman buaya putih..

Lalu, apakah yang ada di genggaman tangan kiri, sang pangeran jaga makhga-2...?

Gedung kebandakhan 'buay pengaku' siang itu penuh sesak oleh semua 'jakhu suku' yang ada di negeri semaka. Bukan hanya pangikhan atau saibatin, namun wargapun ramai memenuhi 'gekhilan, kudan, dan tengabbah' kebandakhan..

Diruang tengah gedung, semuanya duduk bersila dihamparan 'kajang berlapis apai atau ilat'. Hanya pangikhan, sebatin, dan khaja2 lah yang duduk beralaskan 'kasukh'. Pangikhan tuha duduk berdampingan dgn ibu khatu. Tampak juga sebatin 'buay mayang', yakni 'khaja mangku utama' dan istri-nya. Yg tak lain, adalah orang tua dari putri mas itton..

Lelidung dan aneka khaddayan masih terpasang rapi di setiap dinding kebandakhan. Tidak banyak yg berubah, selain janur kuning yang mulai layu dan mengering.

Pangikhan jaga makhga-2 telah siuman, setelah tiga hari tak sadarkan diri. Dia duduk bersebelahan dengan raden singa dipati. Tampak dihadapan nya tergeletak sebuah kotak berhiaskan emas ber-ukiran sigokh dan tapis...

Setelah semua dinilai rapi, 'khaja syahbandar' yang ditunjuk sebagai pimpinan mupakat siang itupun, langsung membuka acara..
"..tabikpun pangikhan, saibatin dan semua khaja2 serta abdi istana yg saya hormati.."
"..siang ini kita semua mendapatkan 'ukhawan' dari kebandakhan buay pengaku, tak lain adalah agar kita semua makhga mengetahui, akan kelanjutan dari tayuh kita..".
"..kita semua tentu merasakan, bagaimana kita semua telah dibuat bersedih dan menangis, tiga-empat hari ini...".
"selanjutnya, kepada pun pangikhan muda kami, 'jaga makhga-2' sudilah kiranya untuk bisa melanjutkan sambutan hamba..."

jaga makhga-2 yang telah ditunjuk, langsung maju kurang lebih sejengkal, ketengah 'kelasa'. Menghaturkan sembah sujud kepada pangikhan buay pengaku dan saibatin buay mayang.
Sesaat beliau terdiam, dengan mata berkaca-kaca, mengarahkan pandangan hampir keseluruh ruangan.
Seluruh yg hadir hanya terdiam, hanya pandangan mereka yang mengisyaratkan kesedihan yang mendalam..

"..tabikpun pangikhan jaga makhga-1, saibatin mangku utama, dan semua makhga negekhi semaka.., saya telah berusaha untuk mendapatkan apa yang seharusnya menjadi hak-kita semua.."
"..namun sang kuasa bumi ini telah berkehendak lain.."

"..baginda..sai batin mangku utama, hamba mohon ampun, karna tidak bisa menjaga putri mas itton.."
(suaranya yg terbata membuat kedua ibu khatu dan orang2 yg hadir ter isak.., jaga makhga-2 lalu meraih kotak dihadapan nya..)

dipegangnya kotak tsb, lalu dgn sedikit membungkuk dia letakkan ditengah kelasa, tepat dihadapan pangikhan tuha dan sai batin mangku utama...
"... Hamba mohon ampun, yang mulia.., hamba hanya bisa membawa pulang, 'jari manis' putri mas itton.."

seluruh ukhawan yang hadir terbelalak, Seakan tidak percaya. Sementara tangis pun semakin jelas menghiasi hampir seisi gedung kebandakhan..

Saibatin mangku utama lalu meraih kotak. setengah ragu, perlahan kotakpun dibuka..
Semua yang hadir melihat dengan jelas, jari anak mayang sang putri. lengkap dengan cincin emas bermutiara kan intan berwarna merah, masih melingkarinya.
Tidak ada pucat sedikitpun warnanya. jari manis sang putri layaknya jari seseorang yang masih hidup. Bersamaan dgn itu, semerbak wangi melati memenuhi gedung kebandakhan...

Raja Mangku utama kemudian menutupnya kembali..
"...jaga makhga-2.., meskipun antara kau dan putri kami, belum terikat hubungan suami istri, namun putri mas itton sudah menjadi milikmu.."
"..biarlah jari manis ini dimakamkan dinegeri buay pengaku.."
"...Aku beserta makhga buay mayang telah meng-ikhlaskan garisan Tuhan, ini..."

Begitulah, Alkisah dari jaga makhga-2 dan putri mas itton.
(legenda buay pengaku dan buay mayang)
setelah acara mupakat kebandakhan ditutup, jari manis putri mas itton lalu dimakamkan di 'pecuccu'an kebandakhan'. layaknya pemakaman seorang putri raja...
Wangi melatipun semerbak, bukan hanya di makam dan gedung kebandakhan, namun di seantero negeri buay pengaku...

Meski tidak seorangpun mengetahui bagaimana siluman buaya putih terbunuh ditangan jaga makhga-2, 'Negeri semaka', yang selalu dihantui rasa takut dan cemas menjelang purnama, kinipun telah tentram dan damai....

TABIKPUN....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PENCARIAN

LAMBANG PAKSI BEJALAN DIWAY

LAMBANG PAKSI BEJALAN DIWAY
PEKON PERPASAN (WAY NUKAK) KRUI PESISIR BARAT