Ratu Dipugung atau Ratu Galuh
mempunyai dua orang anak laki-laki. Anak pertama bernama Siginder Alam Dang dan
yang kedua bernama Gayung Gerunggung. Siginder Alam mempunyai seorang anak
gadis yang bernama Puteri Sinar Kaca, sedangkan Gayung Gerunggung juga
mempunyai seorang anak gadis yang bernama Puteri Sinar Alam.
Kala itu datanglah Sultan Banten ke Lampung. Ia melihar cahaya terang yang memancar dari bumi ke langit. Sultan mendapat firasat bahwa di Pugung ada seorang puteri yang dapat mengakibatkan hal baik jika menikah dengannya. Ratu Dipugung menunjukkan cucunya yaitu puteri Siginder Alam yang tak lain adalah Puteri Sinar Kaca. Dan kemudian Sultan pun menikahi Puteri Sinar Kaca.
Beberapa lama setelah Sultan menikahi Puteri Sinar Kaca, Sultan memutuskan untuk kembali sementara ke Banten tanpa Puteri Sinar Kaca. Belum lama Sultan berada di Banten, ia melihat kembali cahaya terang yang memancar dari bumi ke langit seperti yang ia lihat sebelum menikahi Puteri Sinar Kaca. Sang Sultan berkata dalam hatinya,"Jika demikian, tentu puteri itu masih ada di Pugung (Lampung). Puteri yang kunikahi ternyata bukanlah yang terlihat sinarnya itu. "Oleh sebab itu, Sultan memutuskan untuk kembali ke Lampung, tujuannya bukan untuk menemui istrinya "Puteri Sinar Kaca" tetapi akan mencari dan menikahi sesegera mungkin puteri yang terlihat sinarnya tadi.
Setelah tiba di Pugung, ia terus berkata kepada kakeknya yaitu Ratu dipugung, bahwasanya yang dinikahinya itu bukanlah putri yang dilihat di dalam sinar yang dilihatnya. Ratu Dipugung lalu menunjukkan cucunya yang lain, puteri Gayung Gerunggung yang bernama Puteri Sinar Alam. Akhirnya Sultan pun menikahinya. Beberapa lama setelah Sultan menikahi Putri Sinar Alam, Sultan memutuskan untuk kembali lagi sementara ke Banten tanpa Putri Sinar Alam.
Beberapa lama setelah sag Sultan berada di Banten, Puteri Sinar Kaca melahirkan seorang putera yang dibei nama Kejalo Bidin. Dan kemudian Putri Sinar Alam pun melahirkan seorang putera yang diberi nama Kejali Ratu. Kejalo Bidin dan Kejali Ratu tumbuh dan besar di Pugung Lampung. Saat mereka bermain di halaman rumah mereka, mereka melihat tiga ekor burung perkutut yang hinggap di pelepah pohon kelapa, mereka memandang ketiga ekor burung perkutut tersebut dan berlari kepada ibu mereka dan bertanya.
"Mengapa burung perkutut itu ada tiga ekor, biasanya hanya ada sepasang burung perkutut?"Tanya Kejalo Bidin (anak Putri Sinar Kaca). Puteri Sinar Kaca pun menjawab,"Yang di sebelah kiri adalah induknya, di tengah adalah anaknya, dan di sebelah kanannya adalah anaknya." Kejalo Bidin pun melontarkan kata-kata "Berarti kami pun mempunyai seorang ayah pula, siapa ayah kami ibu?
Purri Sinar Kaca pun tidak berkenan untuk menjelaskan kepada keduanya. Dengan bersikeras mereka berdua selalu memaksa Putri Sinar Kaca untuk mejelaskan kepada mereka. Dan akhirnya Putri Sinar Kaca menjelaskan kepada mereka berdua bahwa ayah mereka adalah sama yaitu Sultan Banten.
Setelah mereka berdua tumbuh dewasa, mereka berdua pun memutuskan pergi ke Banten untuk menemui ayah mereka yaitu Sultan Banten. Sultan Banten pun tidak langsung percaya pada pernyataan mereka berdua dan sang Sultan memutuskan untuk menoreh pedangnya di dahi kedua bersaudara tersebut, jika darah putih yang keluar dari dahi mereka maka benar mereka berdua adalah putranya.
Kala itu datanglah Sultan Banten ke Lampung. Ia melihar cahaya terang yang memancar dari bumi ke langit. Sultan mendapat firasat bahwa di Pugung ada seorang puteri yang dapat mengakibatkan hal baik jika menikah dengannya. Ratu Dipugung menunjukkan cucunya yaitu puteri Siginder Alam yang tak lain adalah Puteri Sinar Kaca. Dan kemudian Sultan pun menikahi Puteri Sinar Kaca.
Beberapa lama setelah Sultan menikahi Puteri Sinar Kaca, Sultan memutuskan untuk kembali sementara ke Banten tanpa Puteri Sinar Kaca. Belum lama Sultan berada di Banten, ia melihat kembali cahaya terang yang memancar dari bumi ke langit seperti yang ia lihat sebelum menikahi Puteri Sinar Kaca. Sang Sultan berkata dalam hatinya,"Jika demikian, tentu puteri itu masih ada di Pugung (Lampung). Puteri yang kunikahi ternyata bukanlah yang terlihat sinarnya itu. "Oleh sebab itu, Sultan memutuskan untuk kembali ke Lampung, tujuannya bukan untuk menemui istrinya "Puteri Sinar Kaca" tetapi akan mencari dan menikahi sesegera mungkin puteri yang terlihat sinarnya tadi.
Setelah tiba di Pugung, ia terus berkata kepada kakeknya yaitu Ratu dipugung, bahwasanya yang dinikahinya itu bukanlah putri yang dilihat di dalam sinar yang dilihatnya. Ratu Dipugung lalu menunjukkan cucunya yang lain, puteri Gayung Gerunggung yang bernama Puteri Sinar Alam. Akhirnya Sultan pun menikahinya. Beberapa lama setelah Sultan menikahi Putri Sinar Alam, Sultan memutuskan untuk kembali lagi sementara ke Banten tanpa Putri Sinar Alam.
Beberapa lama setelah sag Sultan berada di Banten, Puteri Sinar Kaca melahirkan seorang putera yang dibei nama Kejalo Bidin. Dan kemudian Putri Sinar Alam pun melahirkan seorang putera yang diberi nama Kejali Ratu. Kejalo Bidin dan Kejali Ratu tumbuh dan besar di Pugung Lampung. Saat mereka bermain di halaman rumah mereka, mereka melihat tiga ekor burung perkutut yang hinggap di pelepah pohon kelapa, mereka memandang ketiga ekor burung perkutut tersebut dan berlari kepada ibu mereka dan bertanya.
"Mengapa burung perkutut itu ada tiga ekor, biasanya hanya ada sepasang burung perkutut?"Tanya Kejalo Bidin (anak Putri Sinar Kaca). Puteri Sinar Kaca pun menjawab,"Yang di sebelah kiri adalah induknya, di tengah adalah anaknya, dan di sebelah kanannya adalah anaknya." Kejalo Bidin pun melontarkan kata-kata "Berarti kami pun mempunyai seorang ayah pula, siapa ayah kami ibu?
Purri Sinar Kaca pun tidak berkenan untuk menjelaskan kepada keduanya. Dengan bersikeras mereka berdua selalu memaksa Putri Sinar Kaca untuk mejelaskan kepada mereka. Dan akhirnya Putri Sinar Kaca menjelaskan kepada mereka berdua bahwa ayah mereka adalah sama yaitu Sultan Banten.
Setelah mereka berdua tumbuh dewasa, mereka berdua pun memutuskan pergi ke Banten untuk menemui ayah mereka yaitu Sultan Banten. Sultan Banten pun tidak langsung percaya pada pernyataan mereka berdua dan sang Sultan memutuskan untuk menoreh pedangnya di dahi kedua bersaudara tersebut, jika darah putih yang keluar dari dahi mereka maka benar mereka berdua adalah putranya.
Sang Sultan pun mencabut pedangnya dan menorehkannya ke dahi kedua bersaudara itu. Ternyata darah putih bercampur kemerahan keluar dari dahi Kejalo Bidin, sedangkan darah putih keluar dari dahi Kejalo Ratu. Sang Sultan pun langsung percaya dan yakin bahwa mereka berdua adalah putra kandungnya.
Sultan pun memberikan gelar kepada kedua putra kandungnya. Kejalo Bidin diberi gelar ”MINAK KEJALO BIDIN”, sedangkan Kejalo Ratu diberi gelar ”MINAK KEJALO RATU DARAHPUTIH”.
Mereka berdualah yang menjadi cikal bakal kebuaian Melinting dan kebuaian Ratu Darahputih. Minak Kejalo Bidin di Melinting dan Minak Kejalo Ratu Darahputih di Kalianda.
Setelah bertahun-tahun sejak peristiwa itu, Ratu Dipugung meminta dua orang ini mendirikan keratuan baru di dalam keratuan Ratu Dipugung. Minak Kejalo Bidin diminta mendirikan keratuan di Melinting (Labuhanmaringgai) dan Minak Kejalo Ratu Darahputih di Kalianda. Keturunan Ratu Darahputih di Kalianda diantaranya adalah Raden Intan yang menjadi pahlawan nasional asal Lampung (perkiraannya Raden Intan keturunan yang ketujuh dari Minak Kejalo Ratu Darahputih).
Sumber:
http://bdlokbanget.blogspot.com/2011/02/asal-mula-keratuan-ratu-melinting-dan.html
Menurut beberapa catatan yang tidak pernah dipublikasikan, Keratuan Darah Putih atau Bedarah Putih sudah ada sejak di Sekala Begha yang dipimpin oleh Ratu Bedarah Putih di Tampak Siring... Keturunan berikutnya Ratu Bedarah Putih dimungkinkan adalah Umpu Benawang yang berjuluk Ratu Seminung... Setelah Keturunan Ratu Bedarah Putih meninggalkan Sekala Begha, wilayah Tampak Siring diserahkan kepada Umpu Gajah yang telah menikah dengan Putri Asli dari Tampak Siring... Banyak yang menyebut Umpu Gajah ini adalah Umpu Paksi Buay Nyerupa... Keturunan Ratu Bedarah Putih adalah penyebar islam di kawasan Lampung Pesisir terutama di Teluk Semaka sampai Tanjung Tua way handak... Wallahualambissawab...
BalasHapus