Sebelum
hadirnya aksara Arab dan Latin sekarang, tulisan yang lazim
dipergunakan di kawasan Asia Tenggara (kecuali di Vietnam dan sebagian
kalangan penduduk Cina Selatan) diduga sebagian besar dari pengaruh
India. Begitu pun halnya yang terjadi di Nusantara para sarjana (pribumi
dan asing) hampir selalu mengajukan pendapat senada bahwa aksara di
Nusantara hadir sejalan dengan berkembangnya unsur (Hindu-Buda) dari
India yang datang dan menetap, melangsungkan kehidupannya dengan
menikahi penduduk setempat. Maka sangat wajar, langsung atau tidak
langsung disamping mengenalkan budaya dari negeri asalnya sambil
mempelajari budaya setempat di lingkungan pemukiman baru, salah satu
implikasinya adalah bentuk aksara (de Casparis 1975).
1. AKSARA RENCONG
Aksara
rencong adalah istilah yang mula-mula digunakan oleh para peneliti
belanda untuk merujuk pada aksara surat ulu yang digunakan di kawasan
ulu (pegunungan) sumatra, khususnya di kerinci, bengkulu, sumatra
selatan, dan lampung. Bersama dengan aksara-aksara daerah lain di
sumatra, surat ulu merupakan turunan dari aksara pallawa. Pada masa
lalu surat ulu dituliskan pada bambu, tanduk kerbau, dan kulit kayu.
Aksara
ulu yang kadang-kadang juga dinamakan aksara kaganga berdasarkan tiga
huruf pertama dalam urutan abjadnya, masih serumpun dengan surat batak
(aksara batak).
2. AKSARA BATAK
sistem
tradisi penulisan didalam bahasa batak toba diduga telah ada sejak
abad ke-13,dengan aksara yang mungkin berasal dari aksara jawa kuno,
melalui aksara sumatera kuno. Aksara ini bersifat silabis artinya tanda
untuk menggambarkan satu suku kata/silaba atau silabis. Jumlah lambang
/tanda itu sebanyak 19 buah huruf yang disebut juga induk huruf dan
ditambah 7 jenis anak huruf.
Pada dasarnya huruf /ka/ tidak
pernah ditemukan dalam bahasa batak toba, misalnya orang batak toba
pada mulanya bila menyebutkan kopi adalah hopi, dan hoda [bukan kuda].
Tetapi sekarang ini orang batak tidak lagi menyebutnya hopi melainkan
kopi, itulah perubahan pelafalan dalam bahasa batak toba.
3. AKSARA LAMPUNG
aksara
lampung yang disebut dengan had lampung adalah bentuk tulisan yang
memiliki hubungan dengan aksara pallawa dari india selatan. Macam
tulisannya fonetik berjenis suku kata yang merupakan huruf hidup seperti
dalam huruf arab dengan menggunakan tanda tanda fathah di baris atas
dan tanda tanda kasrah di baris bawah tapi tidak menggunakan tanda
dammah di baris depan melainkan menggunakan tanda di belakang,
masing-masing tanda mempunyai nama tersendiri.
4. AKSARA SUNDA
Aksara
sunda kuna merupakan aksara yang berkembang di daerah Jawa Barat pada
abad xiv-xviii yang pada awalnya digunakan untuk menuliskan bahasa
sunda kuna. Aksara sunda kuna merupakan perkembangan dari aksara
pallawa yang mencapai taraf modifikasi bentuk khasnya sebagaimana yang
digunakan naskah-naskah lontar pada abad xvi.
5. AKSARA JAWA
hanacaraka
atau dikenal dengan nama carakan atau cacarakan (bahasa sunda) adalah
aksara turunan aksara brahmi yang digunakan atau pernah digunakan untuk
penulisan naskah-naskah berbahasa jawa, bahasa madura, bahasa sunda,
bahasa bali, dan bahasa sasak.
Aksara jawa modern adalah
modifikasi dari aksara kawi dan merupakan abugida. Hal ini bisa dilihat
dengan struktur masing-masing huruf yang paling tidak mewakili dua
buah huruf (aksara) dalam huruf latin. Sebagai contoh aksara ha yang
mewakili dua huruf yakni h dan a, dan merupakan satu suku kata yang
utuh bila dibandingkan dengan kata “hari”. Aksara na yang mewakili dua
huruf, yakni n dan a, dan merupakan satu suku kata yang utuh bila
dibandingkan dengan kata “nabi”. Dengan demikian, terdapat penyingkatan
cacah huruf .dalam suatu penulisan kata apabila dibandingkan dengan
penulisan aksara latin.
6. AKSARA BALI
aksara
bali adalah huruf tradisional masyarakat bali dan berkembang di bali.
Aksara bali merupakan suatu abugida yang berpangkal pada huruf pallawa.
Aksara ini mirip dengan aksara jawa. Perbedaannya terletak pada
lekukan bentuk huruf.
7. AKSARA BUGIS/LONTARA
sejarahnya
lontara mempunyai dua pengertian dalam bahasa bugis,yakni 1).lontara
sebagai sejarah dan ilmu pengetahuan,dan 2).lontara sebagai tulisan.
Kata lontara berasal dari bahasa bugis yang berarti daun lontar karena
awalnya ditulis dalam daun lontar. Daun lontar ini memiliki lebar
kira-kira 1 cm sedangkan panjangnya disesuaikan dengan panjangnya
tulisan. Tiap – tiap daun lontar disambungkan dengan menggunakan benang
lalu digulung pada jepitan kayu, yang bentuknya mirip gulungan pita
kaset. Cara membacanya dari kiri ke kanan.aksara lontara biasa juga
disebut dengan sulapaq eppaq.
8. Aksara Abugida ( Sumatera Utara )
9. Aksara Incung ( Kerinci, Jambi )
10. Aksara Ulu ( Sumatera Selatan )
11. Aksara Minangkabau
Orang
sudah menduga-duga bahwa Minangkabau pada jaman dahulu mempunyai
huruf asli seperti yang ada pada suku Jawa, Batak, Lampung, Bugis dan
lain-lain. Tetapi tidak ada ditemui satu bukti bahwa memang
Minangkabau ada mempunya huruf asli itu.
Maka dengan secara
kebetulan dalam Seminar Sejarah dan Kebudayaan Minangkabau di
Batusangkar dalam bulan Agustus 1970 dapat ditemui huruf asli
Minangkabau itu dalam buku Tambo Pusaka kepunyaan Datuk Suri Dirajo
dan Datuk Bandaro Kayo yang berasal dari Pariangan Padangpanjang –
kampung pertama di Minangkabau.
Huruf-huruf asli ini terdiri dari
15 buah aksara dengan tanda-tanda vokalnya. Anehnya huruf
Minangkabau asli itu hampir sama dengan tulisan Ulu di Palembang yang
terdiri dari 16 dan 17 huruf. Kemungkinan juga tulisan Ulu itulah
yang mula-mula kemudian dibawa ke Minangkabau atau terjadi
sebaliknya, menilik perjalanan sejarah.
Inilah abjadnya huruf Minangkabau asli itu:
Sumber referensi
http://kabepiilampungcom.wordpress.com
http://criz-scania.blogspot.com
http://id.wikipedia.org
http://criz-scania.blogspot.com
http://bahasa.cs.ui.ac.id/kbbi
http://www.slideshare.net
TAMBO ALAM MINANGKABAU, H. Datoek Toeah
Aksara Palawa
MENGENAI SAYA (SALAM KENAL, SALAM ANGKON, KHIK SALAM KEMUAKHIAN)
- Nurwan Gawoh (Punggawa Budaya Teba)
- Bandar Lampung, Lampung, Indonesia
- Nurwan dilahirkan di Pekon Kebuayan Kecamatan Karya Penggawa Krui Pesisir Barat pada tanggal 16 Januari 1988. Merupakan anak pertama dari empat bersaudara (kakak dari Rika Diana, Laila Roza dan Azmi Fikron) anak pertama dari pasangan Bak Zuandi bin M. Nuh dan Mak Nurbaiti binti M. Samman. Merupakan salah satu keturunan dari Paksi Buay Bejalan Diway yang turun dan menetap serta menurunkan Jurai Radin Bangsawan dan Djagakoe di Pekon Perpasaan Way Nukak Krui Pesisir Barat.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar