MENGENAI SAYA (SALAM KENAL, SALAM ANGKON, KHIK SALAM KEMUAKHIAN)

Foto saya
Bandar Lampung, Lampung, Indonesia
Nurwan dilahirkan di Pekon Kebuayan Kecamatan Karya Penggawa Krui Pesisir Barat pada tanggal 16 Januari 1988. Merupakan anak pertama dari empat bersaudara (kakak dari Rika Diana, Laila Roza dan Azmi Fikron) anak pertama dari pasangan Bak Zuandi bin M. Nuh dan Mak Nurbaiti binti M. Samman. Merupakan salah satu keturunan dari Paksi Buay Bejalan Diway yang turun dan menetap serta menurunkan Jurai Radin Bangsawan dan Djagakoe di Pekon Perpasaan Way Nukak Krui Pesisir Barat.

Sabtu, 05 November 2011

PAKSI BUAY BEJALAN DIWAY


Tambo Paksi Buay Bejalan Diway dihimpunkan dari tambo tambo terdahulu, disalin dari dalung (tarikh yang ditulis pada tembaga/kuningan), tanduk kerbau dan kulit kayu serta dokumen lain sebagai bukti yang masih ada dan tersimpan pada keturunan lurus paksi buay bejalan diway.

Lambang dari Paksi Bejalan Di Way adalah Cambai Mak Bejunjungan yang diriwayatkan tumbuh diatas Batu Selelagok. Paksi Bejalan Di Way memiliki falsafah Cutik Kidang Mak Gayah bermakna sedikit namun berkecukupan, Cicca atau Semboyan dari Paksi Bejalan Di Way adalah Sai Tumbuk Sekhatus yaitu satu banding seratus bermakna gagah berani, Nyukkak Cekokh Nyapang Kelapa Lawi bermakna berani mengambil resiko.


Tambo batas wilayah Paksi Bejalan Di Way dari tulisan yang disalin dari Had Lampung ke hurup latin yang tertulis diatas tanduk kerbau dan diatas kulit kayu kepunyaan Tuan Pesirah Marga Kembahang - Paksi Bejalan Di Way:

SALINAN dari toelisan Lampoeng tertoelis diatas tandoek kerbaoe dan diatas koelit kayoe dari zaman poerbakala kepoenjaan toean Pasirah marga Kembahang (Boeay Bedjalan Diway)

Moela2 watas Kembahang langan di Liwa Soekau Pematang Kebol ladjoe titi Djelatong noeroet Way Soeloeh ladjoe toenoek Boengkoek ladjoe Roelah ketegoehan ladjoe Halian Roeboek koeroek Way Pantau ngaralat Pering Balabar njandak Datoe rogah Kateboeng moegak Way Warkoek ladjoe poedjoeng Tjoeroep Way Katoeban tjakak teba Mashoe koeroek pekon Pelisa njandak Bawang Toepai ngabelah Bawang Handak tjoeroep Way Salang ngadapokkon Boekit Sawa.

Poencak Dalam, den 10 April 1941
Jang menjalin dan memindahkan dari hoeroef Lampoeng ke-hoeroef latyn,
De Pasirah marga Boeay Beloenguh
dto
(Ahmad Safei)

Secara etimologi Kembahang berasal dari kata Kembohong yaitu Bekasom. Bekasom adalah sejenis fermentasi makanan yang pada zaman purba pernah dibuat Bekasom dari Ludai yaitu sejenis ular besar. Jurai Abung (Ratu Dipuncak) yang merupakan keturunan Paksi Bejalan Di Way memiliki kaitan dengan Pemanohan ini, yang mana Bekasom Ludai dapat dibuka setibanya mereka kembali ke Sekala Brak.

Bukti bukti dan peninggalan Paksi Bejalan Di Way adalah berupa Pemanohan [Benda Pusaka], Makam, Tambo Tua yang tertulis diatas dalung, kulit kayu dan tanduk kerbau serta peninggalan lainnya. Peninggalan Makam makam kuno  Paksi Bejalan Di Way :
1.      Makam Umpu Bejalan Di Way di Puncak Sukarami Liwa
2.      Makam Puyang Rakian di Kuta Hakha Umbul Limau
3.      Makam Ratu Mejengau di Kembahang Tuha
4.      Makam Batin Sehagahaga di Way Nekhima
5.      Makam Pangeran Puspanegara di Simpang Kembahang

Peninggalan lainnya berupa Pemanohan, Tambo, Prasasti, Lubuk dan lain lain:
1.      Tambo tambo tua yang tertulis diatas kulit kayu, tanduk kerbau dan dalung
2.      Keris Senimbang dipegang oleh keturunan lurus Paksi Bejalan Di Way
3.      Buluh Buntu Di Kepaksian
4.      Ham Tumi di Kembahang Tuha
5.      Ham Kebik di Umbul Limau
6.      Gamolan Pekhing di Kembahang
7.      Singgaranau di Teratas Kembahang
8.      Batu Selelagok di Teratas Kembahang
9.      Cambai Mak Bejunjungan di Teratas Kembahang
10.  Runcung Bekasom Ludai di Teratas Kembahang
11.  Batu Bertulis di Bawang Heni Liwa
12.  Belasa Kepampang di Way Nekhima
13.  Pedang Sepikul Tumbak
14.  Piring Logam dari Pagaruyung
15.  Tupung Belulang dari Pagaruyung
16.  Batok Kelapa Jinggi dari Pagaruyung
17.  Pedang, Payan, Keris dari Pagaruyung
18.  Besluit dari Zaman Kolonial
19.  Pedang Kompeni Inggris

Penyebaran Jurai Paksi Bejalan Di Way dimulai dari silsilah ke 3 dan seterusnya sehingga meliputi seluruh dataran Lampung, masing masing adalah:
1.      Ratu Di Puncak silsilah ke 3 berpindah ke Cangok Geccah dan menurunkan Jurai Abung, keturunannya yaitu Subing, Nunyi, Nunyai, Nuban dan Kunang
2.      Puyang Rakian Sakti silsilah ke 5 menurunkan Jurai Ngambur, Krui
3.      Puyang Naga Berisang sisilah ke 5 menurunkan Jurai Pakuan Ratu, Way Kanan
4.      Pangeran Singa Juru silsilah 9 menurunkan Jurai Pematang Ribu, Ranau
5.      Dalom Pikulun silsilah 9 menurunkan Jurai Kesugihan Baru, Liwa
6.      Muda Pusaka silsilah 9 menurunkan Jurai Padang Dalom, Liwa
7.      Adipati Raja Ngandung silsilah 11 menurunkan Jurai Sanggi, Semaka
8.      Khadin Bangsawan silsilah 11 menurunkan Jurai Perpasan, Krui
9.      Ratu Siti silsilah 17 menurunkan Jurai Bandar, Krui

Sekala Brak sebagai sebuah Peradaban Kuno yang besar menghasilkan banyak produk produk Kebudayaan. Salah satu eksistensi terbesar dari Sekala Brak adalah diciptakannya Had Lampung oleh Raja Raja di Sekala Brak pada medio Abad ke 9 Masehi. Setelah teciptanya Had Lampung inilah Raja Raja di Sekala Brak mendokumentasikan Sumber Sejarah berupa Tambo dan Silsilah dalam Hurup Lampung yang ditulis dengan benda tajam diatas tanduk kerbau yang mengkilat, kulit kayu dan dalung sebelum adanya kertas.

Pepadun pertama di Lampung berasal dari Sekala Brak. Pepadun dibuat dari Belasa Kepampang yang ditebang dan dijadikan Singgasana Pepadun. Pepadun sendiri befungsi sebagai Singgasana Raja saat penobatan Raja Raja di Paksi Pak Sekala Brak yang digunakan oleh keempat Paksi. Pada awalnya Pepadun disimpan oleh Benyata. Pada Tahun 1939 terjadi perselisihan diantara keturunan Benyata memperebutkan keturunan yang tertua atau yang berhak menyimpan Pepadun. Maka atas persetujuan Paksi Pak Sekala Brak, Pepadun tersebut disimpan dirumah keturunan yang lurus dari Umpu Belunguh hingga sekarang.
  
Belasa Kepampang adalah sejenis tumbuhan Nangka bercabang, pohonnya memiliki dua cabang besar, yang satunya nangka dan satunya lagi adalah sebukau yaitu sejenis kayu yang bergetah. Keunikan Belasa Kepampang ini bila terkena cabang kayu sebukau akan dapat menimbulkan penyakit koreng atau penyakit kulit lainnya, namun demikian getah cabang nangka adalah penawar dari penyakit tersebut.

Gamolan yang pertama berasal dari Kembahang dan saat ini ada di Lamban Gedung, Kembahang. Gamolan sendiri berasal dari kata kata Gimol yang artinya Gemuruh atau Getar yang berasal dari suara bambu dan menjadi Gamolan yang artinya Bergemuruhan atau Bergetaran, sementara Begamol artinya Berkumpul [Wirda D. Puspanegara]. Gamolan pada awalnya merupakan instrumen tunggal yang konon dimainkan dan yang menemani seorang Mekhanai Tuha atau Bujang Lapuk yang menetak Pekhing Mati Temeggi atau tunggul bambu tua tegak yang sudah lama mati [Syapril Yamin].
Gamolan memiliki Tangga Nada Lampung Sai, Khujai, Khawa, Khitu, Khop, Kayu          [1 2 3 5 6 7]. Dua orang pemain duduk dibelakang alat musik ini salah satu dari mereka memimpin [Begamol]  memainkan pola pola melodis pada enam lempeng, dan  yang satunya [Gelitak] mengikutinya pada dua lempeng sisanya, lempeng lempeng pada Gamolan distem dengan cara menyerut punggung bambu agar berbentuk cekung, Gamolan dimainkan bersamasama dengan sepasang gong [Tala], drum yang kedua ujungnya bisa dipukul [Gindang] dan sepasang simbal kuningan [Rujih].

Mesigit dalam Bahasa Lampung saat ini berarti Masjid. Pada awalnya sebelum datangnya Islam di Sekala Brak atau Masa Hindu Budha, Mesigit adalah sarana Peribadatan yang berupa Patung Patung dan atau Pura yang terbuat dari batu atau kayu.

Pada era Ratu Mejengau medio abad ke 16 Masehi didirikanlah Masjid pertama di Kembahang. Rumah Ibadah tersebut akhirnya dipugar kembali pada era Pangeran Puspanegara. Pemugaran yang kedua dilakukan oleh Syekh Bahaudin dan pemugaran yang terakhir oleh Ustad Anwar Yahya yang olehnya diberi nama Masjid Al I’tisom, tempatnya ada di Kembahang Tuha.
Pada 1920 dibukalah Ma’had Al Maktabah Al Islamiyah [Pusat Pendidikan Agama Islam] oleh Syekh Bahaudin di Kembahang. Siswa siswanya berdatangan dari seantero Keresidenan Lampung, Keresidenan Bengkulu dan Keresidenan Palembang. Syekh Bahaudin dibantu oleh keponakan keponakannya yaitu Ustad Anwar Yahya, Sadaruddin dan lain lain yang merupakan Alumni Thawalib, Padang Panjang, Minangkabau.

Adapun silsilah dari paksi buay bejalan diway  yang telah disalin kembali oleh Darwis H.A. pada Agustus 1984 adalah:
1.  Umpu Bejalan Diway, Beliau adalah Pendiri Paksi Buay Bejalan Diway memerintah dan dimakamkan di Puncak, Sukarami Liwa
2.      Ratu Tunggal, memiliki tiga orang anak
3.      Kun Tunggal Simbang Negara, bersaudara dengan Menang Pemuka dan Ratu Dipuncak yang kemudian pindah ke Bukit Kemuning dan menurunkan jurai Abung. Ratu Dipuncak memiliki empat orang putra yaitu Unyi, Unyai, Subing dan Nuban yang merupakan keturunan Paksi Buay Bejalan Diway serta lima Marga lainnya yaitu Anak Tuha, Selagai, Beliyuk, Kunang dan Nyerupa yang merupakan keturunan dari tiga Paksi lainnya sehingga menjadi Abung Siwo Mego.
4.      Ratu Mengkuda Pahawang, memiliki tiga orang anak
5.      Puyang Rakian, dua orang saudaranya yaitu Puyang Naga Brisang menurunkan jurai Pakuan Ratu Way Kanan dan Puyang Rakyan Sakti yang menurunkan Marga Ngambur
6.      Puyang Raja Paksi, (masuknya agama islam).
7.      Dalom Sangun Raja,
8.     Raja Junjungan, beliau memindahkan pusat pemerintahan dari Puncak Sukarami Liwa ke Negeri Ratu Kembahang. Raja Junjungan memiliki empat orang anak.
9.   Ratu Menjengau, memerintah dan dimakamkan di Negeri Ratu Kembahang. Tiga saudaranya yaitu Muda Pusaba Razil tinggal di Padang Dalom, Batin Pikulan Sanusi tinggal di Kesugihan Liwa, Pangeran Singa Juru menurunkan Marga Batang Ribu Ranau dan menjadi Pesirah di Jepara Ranau
10.  Pangeran Siralaga, memiliki tiga orang anak
11. Dalom Suluh Irung, Istrinya dari Lamban Gedung Kenali Paksi Buay Belunguh anak dari Pangeran Jaya di Lampung. Dua Saudaranya yang lain yaitu Radin Bangsawan dan djagakoe tinggal dan menjadi Dalom dan Raja di Perpasan krui, dan Adipati Raja Ngandung terus ke Kubang Brak dan menurunkan Jurai Sanggi Semaka.
12. Pangeran Nata Marga, pernah mengadakan perjanjian dengan Inggris pada13 Maret 1799. Saudaranya Raja Alam Tegi Bunak tinggal dan menjadi Dalom di Kalianda.
13. Pangeran Raja di Lampung, tidak pernah jadi pasirah. Saudaranya yaitu Raja Petani adalah Jurai Lamban Balak Negeri Ratu Kembahang.
14. Raden Intan Gelar Pangeran Jaya Kesuma I, menjadi Pesirah dengan Besluit Tertanggal 21 Des 1834. Pangeran Jaya Kesuma memiliki tiga orang Putera.
15. Kasim Gelar Pangeran Paku Alam, menjadi Pesirah dengan Besluit tertanggal 1 Agustus 1871. Dua Saudaranya yaitu Radin Mulya yang merupakan Jurai Lamban Bandung, Negeri Ratu Kembahang dan Zanurin Raja Syah yang tinggal di Kesugihan Baru.
16. Dalom Raja Kalipah Gelar Pangeran Puspa Negara I, menjadi Pesirah dengan Besluit tertanggal 5 Mei 1881. Saudara dari Pangeran Puspa Negara I adalah Radin Ngambapang, Radin Nurjati, Hi Bahaudin, Harmain Gedung Tuha dan Narsyiah yang menjadi Ratu Marga Ngambur. Istri Pangeran Puspa Negara I dari Pedada Krui dan memiliki enam orang anak.
17.  Ahmad Siradj Gelar Pangeran Jaya Kesuma II, menjadi Pesirah dengan Besluit tertanggal 27 Oktober 1914. Istri dari Pangeran Jaya Kesuma II adalah anak dari Pangeran Haji Habiburrahman, Paksi Buay Pernong.
18.  Siti Asma Dewi Gelar Ratu Kemala Jagat, karena Ratu Kemala Jagat adalah seorang Wanita maka yang memerintah sebagai Suntan Paksi dan Pesirah adalah Suaminya yaitu Abdul Madjid Gelar Suntan Jaya Indra yang menjadi Pesirah dengan Besluit tertanggal 12 Juli 1939. Suntan Jaya Indra merupakan anak dari Pangeran Indra Natadisukau, Paksi Buay Nyerupa.
19.  Azrim Puspa Negara Gelar Suttan Jaya Kesuma III. 
20.  Selayar Akbar Puspa Negara Gelar Suttan Jaya Kesuma IV.   


          

PENCARIAN

LAMBANG PAKSI BEJALAN DIWAY

LAMBANG PAKSI BEJALAN DIWAY
PEKON PERPASAN (WAY NUKAK) KRUI PESISIR BARAT